Rabu, 18 Maret 2009

Indonesia Temukan Spesies Baru Burung Kacamata (Zosterops somadikartai)

Spesies jenis ini hanya terdapat di tiga pulau, yakni di Batudaka, Togian, dan Malange. Spesies baru burung kacamata ditemukan di Kepulauan Togian, Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. Spesies baru burung kacamata ini telah diberi nama dengan sentuhan lokal, Zosterops somadikartai. Penemuan spesies baru ini telah dipublikasikan oleh ilmuwan Indonesia dalam edisi terbaru Wilson Journal of Ornithology pada Mater 2008. Ini merupakan salah satu jurnal ornitologi paling terkemuka di Amerika Serikat (AS).



”Para ahli dari Asia belum ada yang masuk jurnal itu, mungkin kita yang pertama,” ujar Direktur Eksekutif Indonesian Ornithologists’ Union (IdOU), Adam Supriatna, di Museum Zoologicum Bogoriense, Puslitbang Biologi, Cibinong, Bogor, Jumat (14/3).

Dalam terbitannya, Wilson Journal of Ornithology menjadikan kajian ilmiah burung kacamata togian sebagai artikel utama dan sekaligus halaman sampul. Ilustrasi sampul edisi tersebut pun dibuat oleh seorang ilustrator alam dari Yogyakarta, Agus Prijono. ”Ini suatu prestasi yang cukup luar biasa bahwa seorang ahli dari negara berkembang berhasil menampilkan ilustrasinya dalam majalah ilmiah terkemuka di AS,” cetus Adam.

Burung kacamata togian diperkenalkan di dunia ilmu pengetahuan 12 tahun setelah pertama kali diamati di lapangan. Penemuan lapangan dilakukan oleh Indrawan dan Sunarto, dua peneliti lapangan dari Universitas Indonesia (UI). Sementara, pertelaahan jenis baru ini diselesaikan melalui kerja sama dengan Dr Pamela Rasmussen dari Michigan State University, AS. Rasmussen merupakan seorang ahli taksonomi terkemuka di dunia yang mengambil spesialisasi spesies burung Asia.


Karya ilmiah penemuan burung kacamata togian tergolong luar biasa, karena merupakan kerja sama peneliti nasional dan internasional. Selain itu, mengabadikan salah satu ahli taksonomi bangsa Indonesia yang telah mengharumkan nama bangsa di dunia, yakni Profesor Somadikarta. Ia adalah Presiden Kehormatan untuk International Ornithological Congress XXV (pertemuan di Brasil pada 2010). Sebelumnya, Somadikarta juga pernah menjadi Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Indonesia pada 1978 hingga 1984 dan sebagai pejabat sementara Kepala Museum Zoologicum Bogoriense) pada 1962 hingga 1966 dan 1968 hingga 1970.


Kurang dari 5.000 ekor

Burung-burung kacamata merupakan kumpulan spesies yang bertubuh kecil, berwarna kehijauan, dan umumnya memiliki lingkar mata berwarna putih. Dalam berperilaku, mereka sangat aktif bergerak dalam kelompok-kelompok kecil. Indonesia memiliki berbagai spesies kacamata atau Zosterops. Di Sulawesi dan pulau-pulau sekelilingnya terdapat tidak kurang dari 10 satuan-satuan spesies dan subspesial (taksa) yang di dalamnya terdapat enam spesies.


Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Rasmussen dan rekan-rekannya,, jumlah taksa di Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekelilingnya bahkan mencapai 15 taksa, termasuk sembilan atau 10 spesies Zosterops. Sebaran berbagai taksa burung kacamata tersebut kebanyakan tidak tumpang-tindih. Beberapa spesies kacamata hanya terdapat di satu atau dua bagian Pulau Sulawesi.


Kacamata togian berbeda dengan spesies kacamata lainnya, karena tidak memiliki lingkaran putih di sekeliling mata. Mata spesies kacamata togian berwarna kemerahan, dan paruhnya lebih kemerahan dibanding yang lain. ”Ia hanya terdapat di tiga pulau, yakni di Batudaka, Togian, dan Malange. Diperkirakan, jumlahnya kurang dari 5.000 ekor,” ungkap salah seorang penemu, Indrawan.


Sayangnya, kata Indrawan, pada saat ditemukan, spesies kacamata togian harus langsung digolongkan ‘genting’ kepunahan (endangered), berdasarkan kriteria International Union for the Conservation of Nature Resources (IUCN). ”Walaupun di daratan utama Sulawesi burung-burung kacamata seringkali melimpah, burung kacamata togian ini ternyata hanya ditemukan di pesisir beberapa pulau kecil di Kepulauan Togian, Sulawesi Tengah,” keluhnya.


Berdasarkan penemuan spesies baru burung kacamata ini, kata Adam, maka Kepulauan Togian pun memenuhi persyaratan untuk ditetapkan sebagai ‘daerah burung endemik’ (DBE). Sesuai kesepakatan pengetahuan konservasi (menggunakan kriteria yang dibuat oleh lembaga pelestarian internasional BirdLife International), hanya dibutuhkan dua spesies endemik atau yang hanya terdapat di daerah tersebut dan tidak terdapat di daerah lain, agar suatu daerah ditetapkan menjadi daerah burung endemik.

Kelompok tim peneliti Indrawan sebelumnya juga telah menemukan spesies baru burung hantu di kawasan hutan Kepulauan Togian, sekitar empat tahun lalu. Spesies itu diberi nama Ninox burhani (Indrawan and Somadikarta, 2004). ”Penamaan itu diberikan untuk mengabadikan nama petani dan pemburu setempat bernama Burhan dalam rangka menghargai kearifan lokal,” jelas Adam.


Menurut Dr Adi Basukriadi, Dekan FMIPA UI, penemuan spesies baru ini akan mendorong upaya lebih besar bagi pengembangan taksonomi, yakni ilmu pengetahuan yang mempertelakan dan menggolongkan mahluk hidup, khususnya di negara tropis. Profesor Somadikarta, lanjut dia, telah mendemonstrasikan bahwa warga suatu negara berkembang pun dapat berkontribusi bahkan turut menentukan standar dunia. ”Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya masih dapat terus dijelajahi untuk menemukan berbagai spesies lain untuk ilmu pengetahuan,” tegasnya.


Direktur Puslit Biologi LIPI, Dr Dedy Darnaedi, menyambut baik pentingnya kerja sama internasional, terutama untuk membangun kapasitas ahli biologi dan ahli konservasi di Indonesia. Mengingat lajunya deforestasi serta degradasi hutan tropis dan humida, kata dia, maka penemuan spesies baru dan pelestariannya kini berpacu dengan waktu. ”Dalam negara megadiversiti ini, berapa banyak spesies yang akan punah sebelum sempat dikenal ilmu pengetahuan?” ingatnya. Eye

(www.republika.co.id )



0 komentar:

 
purwokerto satria. Design by Wpthemedesigner. Converted To Blogger Template By Anshul Tested by Blogger Templates.