Sabtu, 14 Maret 2009

Cuaca Buruk, Pengusaha Sandal Bandol Terpuruk

Pengiriman ke Luar Jawa Tersendat
CUACA buruk di perairan maupun udara di sejumlah wilayah Indonesia yang hingga kini masih berlangsung berdampak terhadap kondisi sektor kerajinan sandal bandol asal Banyumas.

Kenapa bisa? Alasannya, karena daerah tujuan pemasaran produksi sandal dari bahan baku ban bekas itu sebagian besar di Luar Jawa. Di antaranya ke Kalimantan, Sulawesi, Maluku maupun Sumatera. Pengirimannya memakai jasa pelayaran laut.

Perajin sandal bandol Banyumas terpusat di Kecamatan Purwokerto Barat dan sebagian Karanglewas. Perajin yang paling banyak berada di Kelurahan Pasir Kidul Purwokerto Barat. Sebagian besar penduduknya menekuni kerajinan meramu kembali ban-ban bekas menjadi aneka jenis barang baru, seperti sandal, sepatu, pot bunga, tempat sampah maupun barang-barang perlengkapan rumah tangga dan kendaraan.

Menurut keterangan sejumlah perajin, dalam situasi normal pengiriman ke Luar Jawa sebulan bisa mencapai dua sampai tiga kali. Pengiriman bisa melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya maupun Tanjung Emas Semarang.

Namun sejak cuaca buruk, pengiriman barang menjadi tertahan. Untuk bulan Januari baru sekali, itu pun tidak maksimal. Sedangkan yang sudah siap kirim kini tertahan di beberapa pelabuhan.

Salah seorang perajin, Kamal (35) menuturkan, permintaan sandol bandol dari Luar Jawa setelah Lebaran sebenarnya mengalami kenaikan. Sebab, sandal jenis ini banyak diminati masyarakat di sana. Harganya lebih murah, namun kualitasnya tak kalah dengan produksi pabrikan dan tahan lama.

"Langganan saya di antaranya dari Makasar, Maluku, Kalimantan, Sumatera. Mereka jauh-jauh hari sudah memesan. Barang sudah siap kirim. Tetapi karena cuaca buruk, pengiriman jadi tersendat," tutur Kanal, kemarin.

Perajin lain, Sunaryo (55) menuturkan, saat ini ada sekitar 500 kodi barang yang sudah siap kirim tertahan di Pelabuhan Surabaya. Barang tersebut akan dikirim ke Makasar.

"Kami mengirim terakhir awal Januari saja sampai sekarang belum bisa diangkut," terangnya.

Menurutnya, sandal sekitar 150 kodi itu senilai Rp 160 juta. Per kodi perajin bisa menjual antara Rp 145 ribu sampai Rp 180 ribu. Karena barang belum bisa dipasarkan sehingga biaya untuk produksi kembali juga ikut terhambat.

" Kalau belum bisa terkirim berarti kami belum bisa membeli bahan lagi maupun membayar tenaga kerja," keluhnya.

Karena barang-barang tersebut belum bisa terjual, para perajin juga belum bisa mendapatkan keuntungan. Bahkan mereka bisa terancam rugi karena barang tertahan cukup lama. (Agus Wahyudi-55)

1 komentar:

Kerajinan Tangan di Purwokerto mengatakan...

Malam bos,perkenalkan saya wisnu,
bos kita bisa kerja sama nda?saya pedagang juga,tapi via internet.kalo ok,hub kami ya bos.terimakasih.

 
purwokerto satria. Design by Wpthemedesigner. Converted To Blogger Template By Anshul Tested by Blogger Templates.